Minggu, 26 Januari 2025

SAKRAMEN TOBAT


Tujuan Pembelajaran

Peserta didik dapat memahami  makna dan konsekuensi Sakramen Tobat sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan pertobatan dalam hidup sehari-hari

Kosa kata/ kata kunci/ Ayat yang perlu diingat

“…Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.” (Luk 15:32)

Menggali pengalaman hidup tentang bertobat

Setiap makhluk termasuk manusia memiliki kelemahan. Karena kelemahan itulah maka manusia sering jatuh dalam dosa. Dosa dipandang sebagai perbuatan melawan cinta kasih Tuhan dan sesama, yang dilakukan secara sadar, sengaja, dan dalam keadaan bebas.

Dosa menyebabkan retaknya bahkan terputusnya relasi manusia dengan Tuhan dan sesama. Ada berbagai macam sikap seseorang dalam menanggapi dosa yang dilakukannya. Ada yang bersikap kesatria dengan mengakui kesalahan dan dosanya. Ada pula yang selalu berusaha untuk menutup-nutupi bahkan tidak mau mengakui kesalahan atau dosanya.

Allah adalah maharahim. Ia mahapengampun. Ia selalu menginginkan pemulihan relasi dengan manusia yang retak karena dosa. Ia tidak mau membiarkan manusia hidup dalam kungkungan dosa. Atas kerahiman-Nya itu, Ia selalu menanti dan mengusahakan agar manusia kembali kepadaNya, bahkan membebaskannya tanpa memperhitungkan besarnya dosa manusia (lih. I Yoh 4: 16b).

Kerahiman Allah terhadap orang yang berdosa digambarkan secara indah oleh Yesus dalam perumpamaan “Anak yang Hilang” (lih. Luk 15: 11-32) dan dinyatakan dalam kuasa-Nya sendiri untuk mengampuni dosa. Kuasa itulah yang diwariskan Yesus kepada Gereja-Nya, yaitu untuk memberikan pengampunan atas anggota Gereja yang secara sungguh ingin bertobat (lih. Yoh 20: 19-23; bdk. Mat 18: 20).

Gereja Katolik menampilkan peristiwa kerahiman Allah tersebut dalam Sakramen Tobat, atau yang disebut juga dengan Sakramen Rekonsiliasi. Sakramen Tobat menjadi tanda dan sarana pemulihan relasi manusia dan Allah yang retak atau bahkan terputus akibat perbuatan dosa. Seseorang yang telah menerima Sakramen Tobat telah diampuni dosanya (lih Yoh 20: 23; bdk. Mat 18: 19).

Sakramen Tobat adalah sakramen yang memberikan berkat pengampunan dan kesembuhan dari Tuhan kepada anggota Gereja atas dosa-dosa berat dan ringan yang dibuat setelah menerima Sakramen Baptis.

Proses atau tahapan yang biasanya dilalui oleh orang yang bertobat, antara lain:

  1. Mengakui dan menyadari kesalahan dan dosa-dosanya,
  2. Menyesali semua kesalahan dan dosanya,
  3. Berjanji untuk tidak mengulangi lagi atas kesalahan dan dosanya,
  4. Menyatakan diri bertobat. 

Dosa berarti perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah, perbuatan yang tidak sesuai dengan jalan Allah, maka bertobat berarti berbalik, kembali kepada Allah, kembali ke jalan menuju Allah. Pertobatan dalam Gereja Katolik diwujudnyatakan dengan melakukan pengakuan dosa. Dalam pengakuan dosa, orang yang berdosa dengan sadar mengakui, menyesali, berjanji untuk tidak mengulangi serta menyatakan tobatnya di hadapan seorang Imam.

Adapun langkah-langkah dalam pengakuan dosa, antara lain:

  1. Di luar ruang pengakuan: melakukan pemeriksaan batin. Orang yang mengaku dosa diajak untuk mengingat kembali dosa yang telah diperbuat dalam suasana hening dan bertekad untuk menyesali dosa-dosa,
  2. Di dalam ruang pengakuan: mengakui segala dosa-dosanya, minta pengampunan dan menerima absolusi (pengampunan atas dosa-dosa yang dilakukan),
  3. Keluar dari ruang pengakuan: melakukan penitensi sebagai silih atas dosa yang diperbuat. Mengubah sikap dan tutur kata menjadi baik sebagai wujud pertobatannya.

Untuk mau mengakui kesalahan, diperlukan keberanian, menyangkal diri, dan meninggalkan ego kita. Dengan keberanian menanggalkan ego kita, maka kita akan mampu mengakui kesalahan kita.

Menggali inspirasi dari Kitab Suci tentang pertobatan

1. Guru meminta peserta didik untuk membaca teks Kitab Suci berikut ini!

Luk 15: 11-32

11 Yesus berkata lagi: “Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 12Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. 13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan ia pun mulai melarat. 15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorang pun yang memberikannya kepadanya. 17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. 18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, 19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. 21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. 22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubbah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. 24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. 26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. 27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. 28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. 29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. 31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. 32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.”

Pokok-pokok peneguhan:

  • Kesalahan si bungsu, antara lain meminta harta warisan, seolah-olah menginginkan orang tuanya cepat meninggal, meninggalkan orang tua hanya untuk bersenang-senang, menuruti hawa nafsu dan egonya dengan bermabuk-mabukan. Kesalahan si sulung, antara lain memiliki sifat iri hati dengan adiknya, tidak merasakan menjadi bagian utuh sebagai satu keluarga bersama bapak dan si bungsu.
  • Hal yang baik dari si bungsu, antara lain menyadari bahwa ia bersalah dan berdosa terhadap Tuhan dan terhadap bapanya, menyesali dosa dan kesalahan yang dilakukannya, mau bertobat dan kembali kepada bapanya. Hal yang baik dari si sulung adalah  kesetiaan kepada bapanya, pada akhirnya mau menerima adiknya.

Buah dari Sakramen Tobat antara lain:

  1. Rekonsiliasi dengan Allah. Kita berdamai dengan Allah sehingga kita hidup dalam rahmat. Sebab Ia selalu menawarkan perdamaian kepada manusia.
  2. Rekonsiliasi dengan Gereja. Seseorang yang menerima Sakramen Tobat tidak hanya didamaikan dengan Allah saja, tetapi juga dengan Gereja. “Mereka yang menerima Sakramen Tobat memperoleh pengampunan dari belas kasih Allah atas penghinaan mereka terhadap-Nya, sekaligus mereka didamaikan dengan Gereja yang telah mereka lukai dengan berdosa, ....” (Lumen Gentium art 11).  
  3. Rekonsiliasi dengan semua makhluk dan alam ciptaan.

Sakramen Tobat atau rekonsiliasi mengingatkan manusia yang berdosa bahwa pendamaian itu juga mesti merangkum seluruh tata relasi manusia dengan alam sekitarnya. Dengan demikian, Sakramen Tobat akan memberikan kedamaian, ketenangan, dan kekuatan untuk berjuang mengalahkan kuasa dosa, dan pemulihan hubungan dengan Tuhan, sesama, serta alam semesta. Kekudusan Gereja pun dipulihkan kembali karena pertobatan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sorotan

KUMPULAN SOAL

 KELAS 7 (bab III) Soal Pilihan Ganda HOTS: Peran Keluarga bagi Perkembanganku 1. Mengapa peran keluarga sangat penting dalam perkembangan ...